Keiko memandang langit musim panas yang bertaburan bintang. Tapi
perlahan air matanya mengalir, seakan-akan langit yang cantik
menunjukkan sesuatu yang tidak menyenangkan padanya. Ya, kenangan manis
yang berakhir dengan kepahitan untuk Keiko. Kenangan yang tidak akan
pernah bisa ia lupakan.
Jepang, 15 Agustus 2000
“Keiko!” suara itu menyentakkan Keiko dari lamunannya. Ia menoleh ke
arah sumber suara, kemudian mendesah lega melihat pemuda yang dinantinya
sedang berlari kecil ke arahnya.
“Kazehaya-san.” Sambut Keiko ketika pemuda itu berada di hadapannya dengan nafas sedikit terengah.
“Apakah aku membuatmu menunggu?” tanya pemuda yang dipanggil Kazehaya.
Keiko tersenyum lagi, kemudian menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku baru beberapa menit disini.”
Sesaat Kazehaya menatap Keiko dari ujung kepalanya, membuat Keiko
sedikit salah tingkah ditatap seperti. “Apa kau tau? Ini Festival Musim
Panas! Kenapa tidak menggunakan yukata sih?” ucapan Kazehaya membuat
Keiko tambah salah tingkah. Ia memandang pakaiannya yang hanya dress
terusan berwarna biru laut dengan sepatu flatnya.
“Ah, Maaf. Aku pikir nanti akan merepotkan Kazehaya-san bila aku menggunakan yukata.”
“Bicara apa kamu ini. Aku tidak akan merasa kerepotan. Karena aku kekasihmu.”
“Ah. Ma.. maafkan aku.”
“Ah, sudahlah, Jangan minta maaf lagi. Tahun depan aku ingin melihatmu
menggunakan yukata. Sekarang karena kamu sudah begini manis, aku
maafkan.” Kazehaya menggenggam erat jemari Keiko, membuat wajah Keiko
bersemu merah.
“Ahh, disana ada penjual kembang gula! Ayo kita beli. Bukankah, kamu
menyukai kembang gula?” tanya Kazehaya sedikit mengejutkan Keiko. Samar,
Keiko tersenyum, kemudian berusaha mengikuti langkah Kazehaya menuju
penjual kembang gula yang ditunjuk Kazehaya tadi.
Keiko dan Kazehaya, pasangan muda yang baru jadian beberapa bulan.
Pasangan yang sangat bertolak belakang, dan mengejutkan seluruh isi
sekolah SMA Tatsuno. Keiko Minagawa adalah salah seorang siswi teladan
yang selalu meraih rangking 1 di sekolahnya. Sedangkan Kazehaya Shinji
adalah yang terbuntut di sekolahnya, selalu ditegur guru karena datang
terlambat, nilai yang jelek, dan kenakalan lainnya. Perkenalan mereka
terjadi karena wali kelas Kazehaya yang meminta tolong pada Keiko untuk
mengajari Kazehaya agar nilai-nilai pelajarannya meningkat. Awalnya
Keiko sangat keberatan, karena ia gadis yang pemalu dan kurang bisa
berinteraksi dengan lawan jenis, terlebih lagi pemuda seperti Kazehaya
yang terkenal blak-blak’an, tidak peduli cewek maupun cowok. Tapi
ternyata setelah ia melewati hari-harinya dengan mengajari Kazehaya,
pemuda itu tidak seperti yang Keiko duga. Kazehaya sangat supel,
periang, dan optimistis, meskipun terkadang Keiko merasa sedikit sebal
dengan kata-kata Kazehaya yang blak-blak’an namun selalu tepat sasaran.
Misalnya saja ketika Keiko dimintai tolong oleh seorang guru untuk
menyusun daftar murid padahal hal seperti itu adalah tugas para guru,
dan Keiko sama sekali tidak menolak. Bukan karena ingin, tetapi karena
tidak bisa menolak. Keiko sangat takut para guru akan menganggapnya
sebagai murid yang sombong, tidak mau membantu guru karena ia adalah
murid teladan. Tapi saat itu Kazehaya kebetulan melihat kejadian itu dan
langsung menarik tangan Keiko. Hal itu tentu saja mengejutkan Keiko dan
guru itu. Tapi Kazehaya tidak memperdulikan guru yang memanggilnya dan
berteriak marah padanya. Ia membawa Keiko ke kelas tempat dimana mereka
biasa belajar bersama. Saat itu Keiko ingin marah, karena Kazehaya
seenaknya menarik tangannya. Tapi kalimat yang keluar dari mulut
Kazehaya membuat Keiko seakan tertusuk. “Apa karena kamu murid teladan
jadi kamu harus melakukan semua hal itu meskipun kamu tidak ingin
sekalipun?” ucapan itu membuat Keiko tertegun dan terdiam. Ia tidak bisa
berkata apapun, dan saat itu tubuhnya bergerak sendiri. Ia berlari
meninggalkan Kazehaya.
Keesokan harinya, Kazehaya meminta maaf pada Keiko dan membuat suatu
pernyataan yang membuat Keiko terkejut. Kazehaya menyatakan cintanya.
Pada awalnya Keiko hanya berpikir Kazehaya tidak serius dan hanya ingin
mempermainkannya. Tapi, Kazehaya adalah pemuda yang pantang menyerah.
Setiap hari ia menyatakan cintanya pada Keiko, membuat Keiko tanpa sadar
jatuh cinta pada Kazehaya, dan akhirnya menerima Kazehaya menjadi
kekasihnya.
Hari ini, tepat 3 bulan Kazehaya dan Keiko menjadi sepasang kekasih.
Selama 3 bulan pula, Keiko belum pernah menyatakan perasaan sayang dan
sukanya pada Kazehaya. Setiap ingin mengungkapkan perasaannya, jantung
Keiko akan berdegup dengan sangat kencang, wajahnya semerah kepiting
rebus, dan lidahnya seakan kelu. Tapi Kazehaya tetap menanti, hingga
Keiko bisa mengungkapkan perasaannya.
“Ini kembang gulanya.” Ujar Kazehaya seraya menyerahkan kembang gula berwana pink pada Keiko.
“Terima Kasih.” Ucap Keiko dengan senyum samar, dan langsung melahap
kembang gula yang sudah berada di tangannya. Kazehaya mengerutkan
dahinya, memandang kekasihnya yang belepotan dengan kembang gula,
kemudian tersenyum kecil. Tiba-tiba, pemuda itu menunduk dan mencomot
sedikit kembang gula yang berada di tangan Keiko. Wajah mereka hanya
berjarak beberapa centi, membuat Keiko secara refleks menjauhkan
wajahnya dan menunduk menyembunyikan wajahnya yang semerah kepiting
rebus.
“Ini, benar-benar manis.” Kazehaya mengernyit tidak suka, sedetik
kemudian ia menampakkan sederet giginya yang putih dan cemerlang pada
Keiko.
“Kenapa wajahmu semerah kepiting rebus Keiko?” tanya Kazehaya dengan
nada menggoda di dalamnya. Keiko mengigit bibirnya, menundukkan
kepalanya semakin dalam.
“Apa kau sakit?” tanya Kazehaya lagi seraya menempelkan dahinya pada
dahi Keiko. Tentu saja hal itu membuat Keiko semakin salah tingkah.
“Ah, ti..tidak. i..itu..” Keiko tergugup sambil menggoyangkan kakinya. Membuat Kazehaya tidak bisa menahan tawanya.
“Haha.. Kau lucu sekali.. benar-benar manis. Aku menyukaimu Keiko.”
Kazehaya tersenyum lembut sambil mengusap pipi Keiko yang bersemu merah.
“A..akuu.. juga su..su..” Keiko mengigit bibirnya berusaha membalas perasaan Kazehaya.
“Apa yang ingin kau katakan? Aku tidak bisa mendengarnya.”
“Aa..ku..Su..su..”
“Ah, sudahlah. Ayuk jalan.” Kazehaya membalikkan tubuhnya. Keiko
menunduk kecewa, lagi-lagi ia tidak bisa mengungkapkan perasaannya.
Besok aku harus bisa mengatakannya. Janji Keiko pada dirinya sendiri.
Malam itu, menjadi kenangan yang tak terlupakan oleh Keiko.
Berulangkali Kazehaya melakukan hal yang tidak bisa Keiko tebak sendiri
dan seringkali membuat Keiko salah tingkah. Tapi Kazehaya juga
memberikannya senyum, tawa dan perasaan senang yang sangat jarang Keiko
rasakan.
Jepang, 18 Agustus 2001
Keiko memandang langit musim panas yang bertaburan bintang. Begitu indah
dan menawan. Tapi tidak dapat menutupi perasaan Keiko yang begitu
kelabu. Perlahan, ia melangkah dengan gontai, melewati beberapa stand
yang menjual berbagai macam benda dan permainan, khas festival musim
panas. Tapi tak ada satupun yang menarik hati Keiko. Tiba-tiba, langkah
Keiko berhenti di salah satu stand permainan menembak. Ia ingat, stand
itu pernah ia kunjungi bersama Kazehaya. Di stand itu, Kazehaya hampir
menembak semua boneka yang ada, dan membuat pemilik stand panik karena
Kazehaya terus dan terus memaksa untuk mengambil semua boneka yang ia
tembak. Hal itu membuat kehebohan di antara Kazehaya dan pemilik stand.
Pada akhirnya Kazehaya hanya diberi 2 boneka saja. Mau tak mau Keiko
tertawa melihat ekspresi Kazehaya yang merengut. Keiko tersenyum kecil
mengingat hal itu.
“Apa nona sendirian?” tanya seraut wajah tua yang berdiri di samping
stand. Keiko mengangguk pada lelaki tua itu yang ia kenal sebagai
pemilik stand.
“Ah, nona yang dulu itukan? Dimana pemuda yang dulu bersama anda?” tanya pemilik stand itu lagi, membuat Keiko terdiam.
“Dia.. dia.. dia.. kecelakaan dan.. dan meninggal, setelah.. pulang dari
festival tahun lalu.” Jawab Keiko dengan suara tercekat. Air mata mulai
menggenang di pelupuk matanya. Kilasan memori itu menghampirinya lagi.
Malam itu, seusai festival musim panas, Kazehaya mengantar Keiko
pulang. Saat itu Keiko tidak tau apa yang akan terjadi. Sesaat setelah
mengantar Keiko tepat di depan gang rumah Keiko, sebuah mobil melaju
kencang. Kazehaya yang tidak menyadarinya, tak dapat menghindar. Dan
tabrakanpun terjadi. Keiko yang baru beberapa langkah, menoleh dan
mendapati Kazehaya yang terbaring di aspal dengan berlumuran darah.
Dengan segera Kazehaya dibawa ke rumah sakit, tapi nyawa Kazehaya tidak
tertolong lagi. Saat mendengar hal itu, dunia Keiko seakan menjadi
gelap, ia menangis dan terus menangis. Hingga hari inipun ia masih tidak
dapat melupakannya.
“Aku sudah menggunakan yukata, Kazehaya-san. Kenapa kamu tidak
datang?” ujar Keiko lirih di sudut taman tempat festival berlangsung.
Keiko ingat, taman itu adalah tempat Keiko dan Kazehaya makan seporsi
besar takoyaki bersama, hingga Kazehaya tidak kuat untuk berjalan lagi
dan terpaksa mereka harus duduk sebentar sambil memandang bintang.
Suasana musim panas tahun lalu, seperti suasana musim panas tahun
ini, tapi tanpa Kazehaya di samping Keiko. Dan dengan penyesalan yang
selama ini selalu Keiko rasakan, ia tidak sempat mengungkapkan
perasaannya.
“Seandainya aku tau.. Seandainya aku tau, kamu akan pergi secepat ini
Kazehaya-san. Aku akan mengungkapkannya. Kazehaya-san, aku menyukaimu,
aku mencintaimu.” Ujar Keiko tulus di sela tangisnya, air matanya
mengalir deras. Tiba-tiba angin bertiup kencang, memaksa Keiko
melindungi matanya dari debu yang berterbangan. Setelah angin reda,
Keiko membuka matanya perlahan. Sesaat ia tertegun memandang sesosok
pemuda yang berada di hadapannya.
“Kazehaya-san..” gumamnya lirih. Pemuda itu menatap Keiko dengan lembut
dan senyumnya yang hangat. Kemudian mendekat dan menundukkan kepalanya,
mencium kening Keiko lembut.
Seperti angin, pemuda itu membisikkannya dengan suaranya yang khas “Aku
tau, kalau kau sangat mencintaiku. Hiduplah bahagia. Aku mencintaimu.”
Kemudian angin bertiup lagi, membuat Keiko memejamkan matanya sekali
lagi. Ketika ia membuka matanya, air matanya mengalir lagi, lebih deras.
Ia tau, ia tidak bermimpi. Perkataan pemuda itu masih terngiang di
telinganya, ia masih bisa merasakannya hangat ciuman yang diberikan
pemuda itu. Perlahan, Keiko mengusap matanya yang sembab, kemudian
menatap langit dan tersenyum lembut.
“Terima kasih Kazehaya-san.”
Cerpen Karangan: Yvonemelosa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment