Tanggal 15 februari 2013
Tak terasa seminggu lagi aku akan genap berusia 17 tahun, tak sabar rasanya ingin segera mendapatkan hadiah dari papah dan mamah. “Kira-kira mamah dan papah ngasih aku kado apa ya? ah aku harap mamah dan papah ngasih aku kado yang berkesan sehingga aku tidak mudah lupa akan kado dari mereka.” pikirku sembari duduk termenung di taman belakang. Tak terasa aku duduk termenung disana sudah hampir setengah jam aku pun beranjak dan pergi meninggalkan taman belakang.
Aku saat ini masih berstatus sebagai seorang pelajar di salah satu sekolah swasta di daerah Jakarta pusat, sekarang aku duduk di kelas 3 SMA yang sedang sibuk sibuknya belajar untuk menghadapi ujian Nasional beberapa bulan ke depan.
Malam ini kami bertiga (aku, papah dan mamah) bererencana untuk makan malam di luar karena sudah lama sekali kami tidak makan di luar, sudah bosan rasanya aku makan masakan bibi setiap hari. Saking semangatnya aku bersiap siap mulai dari pukul 7 malam karena tak sabar ingin segera pergi. Seharusnya kami jalan jalan dulu sebelum makan tetapi berhubungan mempunyai orangtua yang super sibuk dengan pekerjaannya masing masing, akhirnya kami berjanji makan malam pada pukul 8. Jam menunjukan pukul 8 lebih 15 menit, aku masih menunggu dengan tenang di ruang depan “mungkin mereka terjebak macet maklumlah ini kan Jakarta, jarang rasanya Jakarta terhindar dari yang namanya macet.” kataku dalam hati, namun setelah aku menunggu cukup lama dan jam pun sudah menunjukan pukul 10, tetapi mereka tak kunjung tiba juga. Akhirnya kuputuskan pergi ke kamar untuk tidur, karena percuma saja rasanya menungu mereka, toh jam makan malampun sudah terlewat jauh ini.
Pagi pagi aku sudah bangun, waktu itu sekitar pukul 6 pagi, aku sengaja pergi melihat ke kamar mamah dan papah, namun saat aku membuka pintunya hanya ada papah seorang yang sedang tidur pulas di ranjangnya “mungkin dia kecapean karena pulang kerja sampai larut malam, tak apalah tak jadi makan malam pun, asal papah dan mamah sehat. Tetapi tunggu, dimana mamah?” Pikirku. Aku pun mencari mamah ke seluk beluk rumah, namun tak kunjung aku temukan. Ketika aku melihat garasi dan ternyata benar, mobil mamah tidak ada berarti mamah semalaman ini tidak pulang “kemana mamah semalaman ini, apa yang telah terjadi pada mamah?” pikiranku buyar dengan hati penuh rasa was was. “Atau mamah nginap di rumah teman sesama arisannya? iya kali” pikirku, agar aku kembali merasa tenang. Siangnya aku pun tak menanyakan hal yang semalam kepada orangtuaku, tentang seharusnya kami makan malam bersama di luar. “Tak apalah, mereka juga tak tentu ingat tentang janji makan malam kemarin” kataku dalam hati.
Kedua orangtuaku memang cuek, mereka tidak pernah memperdulikan aku, atau menanyakan perihal kabarku. Mereka hanya memberikan kasih sayang mereka secara materi namun tidak secara batin. Aku sering sekali merasakan kesepian di rumah, walaupun di rumah ada pembantu, tetapi mereka tetaplah orang lain bagiku. Untuk menghilangkan rasa kesepian itu aku selalu pergi jalan jalan bersama Hendry pacarku yang selau setia mendengarkan curhatanku. Aku merasa bersyukur dengan adanya Hendry di sisiku, ia adalah seseorang yang selalu memberikan perhatian kepadaku. Berbeda dengan kedua orang tuaku yang tidak pernah mengerti keadaanku saat ini.
Hari ini aku bertemu dengan Hendry di salah satu restoran di Jakarta pusat, namun entah mengapa saat aku mengajaknya menemui kedua orangtuaku, ia begitu kaget lalu spontan menolaknya. Aku heran dengan keadaan dia, sebelumnya dia tidak pernah menolak permintaanku, dia selalu saja menuruti semua yang ku mau. Tetapi kali ini dia berbeda, dia menolak untuk bertemu dengan kedua orangtuaku. “Kamu itu kenapa sih kok kamu menolak, inikan demi kebaikan hubungan kita juga. Apa kamu tidak serius sama aku?” tanyaku dengan kesal. “Bukan begitu, kamu kan memberitahuku dengan mendadak mana aku siap, nanti kalau saatnya tiba aku akan menemui kedua orangtuamu.” Balasnya dengan mimik muka yang agak tegang, memang keputusanku untuk mengajaknya bertemu dengan kedua orangtuaku itu terlalu mendadak bahkan terkesan buru buru, aku pun memaklumi hal itu.
Setelah kejadian itu Hendry mulai sulit di hubungi, entah mengapa sudah beberapa kali aku sms namun tak penah ada balasan, lalu aku telepon tapi tak pernah ia jawab. “Ada apa ini dengan Hendry..?” kataku dalam hati sambil menyimpan tanda tanya besar di hatiku. Besoknya aku pun mendatang kos kosannya, namun kata teman Hendry ia sudah pindah dari tiga hari yang lalu. Tanda tanya dalam benakku bertambah semakin besar akan sikapnya yang seakan menjauh dariku.
Besoknya aku lebih memilih menyibukkan diri dengan mempersiapkan segala sesuatu yang bersangkutan dengan keperluan hari ulang tahunku, aku terpaksa melakukannya sendiri tanpa di damping orang orang tercinta di sampingku, tidak dengan kedua orangtuaku, atau pun dengan kekasihku Hendry.
Tak terasa hari ulang tahunku sudah semakin dekat, namun bukan kemerihan untuk menyambut pestaku yang ada, tetapi pertengkaranlah yang ada pada saat ini, suara papah yang berteriak kepada mamah dengan nada kesal dan marah yang semakin menjadi jadi. Spontan akupun langsung menutupi kedua telingaku dengan tangan agar suara pertengkaran itu tak terdengar olehku. Namun, masih saja suara itu terdengar, aku masih menutup telingaku namun kali ini dibarengi dengan isak tangis yang menemaniku. Tanpa aku sadari, saat aku bangun mataku terasa silau karena sinar matahari yang menerangi mataku, saat aku bangun aku tidak tahu apa yang semalam kedua orangtuaku ributkan, yang kutahu hanyalah bentakan papah dan suara tangisan mamah. Aku pun mencoba untuk melupakan kejadian yang semalam.
Besok adalah hari ulang tahunku, seperti biasa aku sibuk sendiri, entah apa yang dilakukan oleh kedua orangtuaku dan Hendry saat ini. Semuanya hilang bagai ditelan bumi dan didekap nestapa. Aku pun mencoba untuk menghubungi Hendry agar ia bisa datang di hari ulang tahunku sekaligus membantuku untuk melupakan hal semalam yang terjadi pada keluargaku, namun itu semua hanya sia sia, masih tak ada jawaban darinya. Sudah jatuh, malah tertimpa tangga pula, mungin itulah pepatah yang cocok untukku, setelah semalam papah dan mamah bertengkar, kini giliran Hendry yang pergi dan menghilang dariku secara misterius. Ia yang tadinya terbuka dan bersikap baik padaku, kini terasa jauh meninggalkan aku sendiri, dan membiarkan aku mendekap rasa kecewa terhadapnya dan kedua orangtuaku.
Hari yang aku tunggupun tiba, hari ulang tahunku jatuh pada hari ini, segala sesuatu telah aku persiapkan, namun saat aku melihat handphoneku, tak ada satu pun pesan dari Hendry, yang ada hanyalah ucapan selamat dari teman temanku. Semua teman dan kerabatku telah ada di bawah, aku pun bergegas untuk turun ke bawah, semua teman dan kerabatku yang diundang tak ada satu pun yang tak datang. Namun, saat semua kerabatku datang, kini giliran orang orang yang kusayangilah yang tak hadir di hari ulang tahunku, mamah dan papah yang mungkin sedang sibuk dengan urusan bisnisnya dan Hendry yang pergi entah kemana.
Saat aku akan meniup lilin ulang tahunku, tiba tiba mamah dan papah datang. Aku senang dengan kehadiran mereka, yang telah meluangkan waktu untuk datang ke pesta ulang tahunku. Namun, mimik wajah mereka kusut dan terlihat lesu, aku heran dengan mereka mengapa mereka datang dengan keadaan yang kurang bersemangat. Mereka datang mengahapiriku tanpa ekspresi dan langsung menyodorkan sepucuk surat yang aku tak tahu apa isinya, “mungkinkah dari Hendry?” pikirku berharap. Namun, saat aku buka ternyata isinya adalah ‘SURAT GUGATAN CERAI’. Deg, jantungku terasa mau copot saat aku membaca surat dari mamah. “apa artinya ini mungkinkah mamah dan papah..? tapi mengapa..?” pertanyaan itulah yang terlintas di pikiranku. Tak terasa air mataku jatuh tak terbendung lagi, aku rasa dunia ini akan jatuh dan menimpaku seorang diri lalu menguburku secara hidup hidup. “Apa salahku Tuhan.? mengapa aku hidup dalam keluarga yang penuh keegoisan, dan tidak pernah mau mengalah, mereka hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan perasaan anaknya sendiri. Mereka mengambil keputusan untuk berpisah tanpa memintaku untuk memberikan suara dan hak ku sebagai anak mereka” tangisku dalam hati. Ternyata apa yang aku harapkan menjadi kenyataan, kado yang tidak mudah dilupakanku akhirnya ada di keluargaku, yaitu keputusan papah dan mamah yang lebih memilih untuk berpisah dan meninggalkannku seorang diri. Aku tidak pernah tahu dan tidak ingin tahu mengapa mereka bercerai.
Besoknya
Tidak berfikir lama lagi aku pun bergegas mengemasi pakaianku ke dalam ransel yang telah aku siapkan. Aku pergi dari rumah lewat pintu belakang tanpa pamitan kepada orangtuaku. Saat ini aku tidak mempunyai tempat bernaung, tiba tiba handphoneku berbunyi dan saat kulihat ternyata itu dari Firni, temanku yang bernasib sama denganku. Ia telah mengetahui keadaanku dari teman yang lain. Akhirnya aku tinggal bersamanya di sebuah rumah kecil yang berada jauh dari kota metropolitan. Karena aku frustasi dan stress aku pun terperosok dalam pergaulan yang buruk. Aku mulai memakai nark*tika, menggambari tubuhku dengan tato, bahkan aku menjadi wanita pengh*bur di salah satu club malam di daerah Jakarta pusat umtuk menghidupi diriku sendiri. Sudah 2 tahun aku melakukan hal serupa, namun sampai sekarang aku tidak tahu dan tidak mau tahu tentang kabar berita kedua orangtuaku, entah mereka mencariku atau malah masih sibuk dengan pekerjaannya masing masing. Begitu juga dengan Hendry pacarku yang sampai saat ini tak ada kabar tentangnya. Mungkin aku akan merasa bahagia apabila mereka semua (mamah, papah, dan Hendry) mati, walaupun hidupku berujung seperti ini. Hidupku seperti ini karena kedua orangtuaku yang menuruti keegoisaannya dan tidak pernah memberikanku kasih sayang. Mungkin menurut mereka aku hanya sebagai hiasan rumah saja tanpa dirawat dan di perhatikan sedikitpun.
TAMAT
0 comments:
Post a Comment