Keluargaku Alhamdulillah keluarga yang harmonis walaupun kami hidup dengan sederhana dan sering juga kekurangan, tapi bagaimanapun juga harus tetap di syukuri karena bersyukur itu mendamaikan. Aku bersekolah di smk unggulan di kabupatenku dan sekolah ku lumayan jauh dari desaku yang sehari-hari ku datangi dengan sepeda ontel ku yang sudah tua.
Jam sudah menunjukkan pukul 15:00 bel sekolah berbunyi dengan keras, panjang dan berisik, itu pertanda aku harus pulang, langsung aku ke parkiran motor tapi bukan untuk mengambil motor disana tapi aku mengambil sepeda ontel kesayangan ku pembelian dari ayah ku sewaktu aku masih smp.
Dengan cepat aku keluar gerbang sekolah, suasananya lumayan terik dan berdebu yang membuat aku malas mengayuh sepedaku. cukup melelahkan, di setiap menit aku selalu mendengar klakson motor teman-temanku yang satu persatu menyalipku, ada sedikit perasaan iri di hatiku tapi apa boleh di kata aku terlahir bukan dari keluarga berada dan aku tidak mungkin merengek meminta motor ke orang tuaku karena aku tau itu hanya akan menambah beban pikiran mereka walaupun dua minggu yang lalu aku sempat menyindir kepada ayahku tentang enaknya kalau sekolah naik sepeda motor tapi itu Cuma candaan saja.
Satu jam aku mengayuh sepeda ku tidak terasa tinggal beberapa tanjakan lagi yang harus aku lalui sampai aku tiba di depan rumahku, aku menginjak dengan keras pedal sepedaku tapi prakkk… rantai sepedaku putus Masya Allah padahal 3 hari yang lalu sudah diperbaiki tapi hari ini putus lagi, Akhirnya aku menuntun sepedaku sampai di depan rumahku.
Setibanya di rumah aku langsung melepas jaket dan langsung menjemur baju seragamku yang basah oleh keringat.
“sudah pulang Rif…?” tanya ibuku “iya buk. “tadi kamu di cariin pakde rif suruh bantuin giling padi soalnya bapakmu ke kebun belum pulang, nanti uangnya buat kamu saja” padahal sepulang sekolah saya mau main futsal sama teman-teman tapi aku harus bisa memilih mana yang lebih penting akhirnya aku mengiyakan permintaan ibuku.
Setelah ganti baju dan minum aku langsung menuju tempat penggilingan padi milik pakdeku disana kulihat banyak sekali padi yang harus digiling huhh dalam hatiku menggumam “segini banyak kapan kelarnya mana perut ini laper banget belum makan” tapi sejenak aku lupakan pikiran itu dan langsung saja aku mengangkat sak-sak padi yang siap di giling ke mesin penggiling. pakdeku hanya tersenyum melihatku, walaupun dari kejauhan aku masih bisa melihat senyuman kecil dari bibirnya. Gatal sekali badan ini karena terkena padi-padi yang aku angkat di samping itu perutku juga lapar sekali. tapi aku tidak mau mengeluh dan terus mengeluh karena itu tidak membuat pekerjaanku menjadi lebih ringan yang ku bisa adalah terus mengangkat padi-padi ini hingga selesai.
Dua jam sudah berlalu dan tidak terasa akhirnya sak terakhir aku angkat dan langsung aku masukkan ke mesin penggilingan padi dengan semangat, “hahhh akhirnya selesai juga” gumam ku. langsung aku tepar tidak punya tenaga karena perutku yang dari tadi pulang sekolah belum ku isi sedikitpun tapi tiba-tiba pakde menghampiri ku.
Pakde: “makasih ya rif udah mau bantu pakde” ini uang hasil kerja kamu memang gak seberapa karena harus dibagi-bagi di terima ya.”
Aku: “ya pakde sama-sama gak apa-apa kok arif senang bisa bantu pakde” sambil aku menerima uang delapan ribu rupiah hasil kerja ku tadi.
Pakde: “Ya udah ayo ini di makan makanan masakan bibi mu” sambil mengambilkan aku sebuah piring.
Aku: “ya pakde…” tanpa berlama-lama aku langsung menyambar makanan yang ada di depanku dan memakannya dengan lahap.
Jam sudah menunjukkan pukul 18:13 setelah selesai makan aku langsung pamit kepada pakde untuk pulang. Di sepanjang jalan aku menuju rumah aku teringat sesuatu, “sepeda yang ku buat sekolah rantainya kan putus tadi siang dan kebetulan aku punya uang delapan ribu pemberian pakde tadi yang bisa ku gunakan untuk membawa sepedaku ke bengkel” batin ku.
Akhirnya sesampainya di rumah aku langsung mandi, sholat maghrib dan langsung mengambil sepedaku untuk ku bawa ke bengkel samping desa ku. lama aku menuntun sepedaku ke bengkel dengan harapan bisa segera diperbaiki tapi setibanya di bengkel ternyata bengkel sudah tutup aku sangat kecewa di situ “capek sekali menuntun sepedaku dari rumah ke sini ternyata malah tutup huhhh” keluhku dalam hati. akhirnya aku kembali membawa sepedaku yang masih rusak ke rumah belum jauh aku meninggalkan bengkel tiba-tiba ada seorang pemuda yang ugal-ugalan naik motor yang hampir menabrakku tapi aku berhasil minggir dengan cepat tapi tidak dengan sepedaku roda ban sepedaku tertabrak alhasil penyoklah besi rodanya, aku mau marah tapi pemuda tadi langsung tancap gas gak peduli.
Akhirnya aku sampai di rumah, aku terus menggumam dan mengeluh dalam hati bagaimana besok aku berangkat sekolah padahal kan jarak rumah ke sekolah jauh dan bila jalan kaki pasti akan melelahkan sekali tiba-tiba terbesit sebuah pikiran yang buruk “mungkin aku besok gak usah masuk sekolah dulu paginya aku mau ke bengkel lagi buat memperbaiki sepedaku, Tapi alasan buat aku tidak masuk sekolah apa..? tidak mungkin kan aku membolos Ya Allah berilah jalan keluar bagi hamba mu ini”, setengah aku melamun tiba-tiba pintu rumah ku digedor-gedor orang dengan keras, Ibuku dan Aku kaget dan langsung membukakan pintu. ternyata mas joko, tetanggaku teman kerja ayahku
Mas. joko: “lek sumi pakde lek pakde..” dengan suara terbata-bata dan keringat yang bercucuran.
Sumi: “kenapa suamiku ko…?” tanya ibuku dengan cemas
Mas. joko: “pakde di rampok lek..”
Sumi: “dimana..?, gimana ceritanya ko..?, sekarang dimana suamiku…?” dengan airmata dan raut muka cemas ibuku bertanya
Mas. joko: “Tadi selepas di kebun, pakde dengan buru-buru menuju ke rumah juragan Broto katanya Dia mau pinjam duit katanya buat kredit sepeda motor untuk Arif sekolah dengan jaminan sertifikat kebun lek..”
Sumi: “bapak kok gak cerita sama saya ko…? dan pak Broto kan seorang rentenir, YA Allah bapak-bapak”
Mas. joko: “setelah nerima uang akhirnya pakde pulang sama saya. tiba-tiba di tepi jalan tepatnya di depan kebun dekat bengkel sepeda pinggir desa ada seorang pemuda yang membawa sepeda motor turun dan meminta dengan paksa uang pakde, Pakde melawan dan akhirnya pemuda tadi nekat terus menusuk perut pakde uangnya di ambil kemudian kabur.”
Sumi: “kamu kok gak bantu pakde ko…?, terus kondisi pakde sekarang gimana…?”
Mas. joko: “sama pakde saya disuruh lari lek, suruh cari bantuan tapi desa sudah sepi apalagi bengkel sepeda yang biasanya buka saat itu juga tutup, akhirnya saya harus lari ke tengah desa, setelah itu saya kembali ke tempat pakde membawa sejumlah warga tapi ternyata pakde sudah terbunuh lek” sambil menangis tak karuan.
Sumi: “Innalillahi… Ya Allah bapak..” seketika itu ibuku pingsan karena tak kuasa menerima berita ini
Aku: “YA Allah ibuk.. mas. joko tolong mas”. sambil membopong ibuku, di situ aku bingung bercampur sedih tapi ku coba kendalikan diriku. “mas joko tolong pangil warga mas aku jagain ibu dulu”.
Mas. joko: “Iya rif… kamu tunggu sebentar ya”
Lama aku menunggu kedatangan warga, di situ aku menangis sejadi-jadinya atas musibah yang menimpa keluargaku.
Akhirnya warga pun datang sambil membawa jasad ayah ku yang terbujur kaku dan dingin, di situ aku semakin keras menangis karena aku kehilangan sosok seorang ayah yang aku sayangi yang meninggal karena di bunuh. untung ada warga desa yang membantu dan mengurus semua biaya pemakaman untuk ayahku, Sampai tiba keesokan pagi, ibuku masih belum terbangun dari pingsannya dan aku tidak berangkat ke sekolah karena ayah ku meninggal dunia, semakin kalut suasana hatiku tiba-tiba terbessit pikiran mungkinkah pemuda yang menabrak sepedaku kemarin adalah pembunuh ayahku..?
BERSAMBUNG…
Cerpen Karangan: Agus Triyanto
0 comments:
Post a Comment